Jumat, 08 April 2011

Masa Kecilku - Indah. Part III

Teman lelakiku di TK yang paling mencolok bernama Panji. Entah apa yang membuatnya mencolok di mataku, mungkin karena kepalanya yang botak itu. Atau juga mungkin karena kenakalannya, dia pernah mengerjaiku dengan mengangkat-ngangkat ulat ke depan mukaku dengan kedua tangannya, saat itu aku sebal sekali.


“met, bagus yang mana nih lipstiknya?”
“mmmm untuk ibu-ibu sih kayaknya yang agak tua, mba.”


Aku tersentak kaget dari lamunanku karena pertanyaan teman kostku, Dian.


Sampai saat ini aku benci sekali dengan binatang-binatang yang tubuhnya panjang dan lentur, rasanya jijik jika harus membayangkan, apalagi melihat wujud aslinya, bisa teriak-teriak gak karuan.


Pernah suatu hari ketika itu aku sedang bermain di halaman pinggir rumahku. Orang tuaku yang hobi mengurus tanaman, menghias halaman itu penuh dengan berbagai tanaman. Namun naas sekali, tiba-tiba seekor ulat kecil, yang dalam bahasa sundanya disebut “hileud jeungkal” bertengger di tanganku. Sontak aku kaget sekali dan langsung berteriak sambil terbirit-birit meninggalkan halaman menuju ke dalam rumah. Mamah dan kakakku hanya tertawa saat ku ceritakan apa yang terjadi. Itu lah salah satu penyebab juga kenapa aku tidak terlalu suka dengan kegiatan bercocok tanam, bahkan sampai saat ini.


aku yang ketika SMA memilih jurusan IPA, harus bertemu dengan pelajaran biologi. pasrahlah aku setelah mengetahui ternyata terdapat bab mengenai cacing, dimulai dari cacing yang kecil sampai cacing yang besar, dari cacing yang tidak berbahaya sampai yang tidak berbahaya, bahkan dari cacing yang berpenampilan menyeramkan sampai cacing yang berpenampilan sederhana.


buku literatur yang menampilkan gambar-gambar cacing itu terpaksa aku tutupi gambarnya dengan telapak tanganku, agar aku bisa membaca materi yang ada di buku tersebut. tapi tetap saja, rasanya cacing-cacing itu benar-benar ada di bawah telapak tanganku yang aku pakai untuk menutupi gambarnya. payahh


"yuk kita ke tempat lain buat nyari wedges. disini gak ada yang bagus" ajak temanku.
"yuk, tapi makan dulu ya" pintaku.


aku adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. akulah si bungsu.
kedua kakakku perempuan. kita bertiga adalah perempuan.
karena orang tuaku tidak mempunyai anak laki-laki, maka aku lah yang dijadikan sasaran ayahku untuk diajaknya bermain. mulai dari mengajakku bermain bulu tangkis, memancing, bahkan sampai mengajakku bermain layangan di lapangan yang cukup luas tak jauh dari tempat tinggalku.
setiap minggu pagi, kami bermain bulu tangkis di jalanan depan rumah. inilah resikonya ketika harus bermain di depan rumah, tak jarang kok putih dari bulu angsa itu sering nyangkut di pohon, di genteng rumah yang mengharuskan kami bersusah payah mengambilnya lagi. tak jarang juga kok-nya harus terjatuh ke dalam selokan. bau.


inilah poin penting yang aku dapatkan dari memancing.
ayahku mengajari bagaimana aku harus bersabar, bersabar untuk menunggu ikan yang tak juga menyangkut di kail pancingku, bersabar untuk tak sering-sering mengangkat pancingku bila belum ada tanda-tanda ikannya memakan umpan.
tak hanya berdua, ayahku juga sering mengikutsertakan aku jika beliau memancing bersama teman-teman kantornya. alhasil aku lah anak kecil perempuan disana yang ikut memancing, karena teman-teman ayahku tak pernah mengajak anak perempuannya.
sampai sekarangpun ayah selalu mengajakku pada hari libur ke kolam ikan yang cukup besar yang ayah beli.
tapi sekarang aku agak enggan untuk ikut, mulai dari panas dan takut kulitku terbakar, padahal di dekat kolam, ayah membuat rumah-rumahan kecil atau saung tempat kami beristirahat.


ketika ayahku sedang asik menarik ulur senar layangan di bawah pohon besar di pinggir lapangan, aku juga sedang asik dengan pekerjaanku sendiri.
aku sedang berlari-lari mengelilingi lapangan dengan memegang senar layangan, dengan layangan yang berbuntut yang hampir terbang.
ya! akhirnya layanganku pun bisa terbang tinggi.
aku senang bukan main, aku telah berhasil menaikkan layangan. Hore!
kiri-kanan: kakak 1, aku, kakak 2


*bersambung*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar